-->

Penanganan Ampuh Pada Pasien DBD dan Strategi Mencegah Terjangkitnya DBD

Penanganan Ampuh yang harus dilakukan Pada Pasien DBD - Penderita demam berdarah dengue (DBD) memerlukan perhatian dan penanganan yang serius, karena bila terlambat dapat menyebabkan kematian. Oleh sebab itu, sebaiknya penderita DBD dirawat dirumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang intensif.

Penanganan Ampuh Pada Pasien DBD dan Strategi Mencegah Terjangkitnya DBD

Adapun penanganan yang harus dilakukan oleh rumah sakit terhadap penderita DBD adalah sebagai berikut :
  1. Penderita harus cukup beristirahat di tempat.
  2. Penderita diberikan makanan yang lunak.
  3. Penderita diberikan minum sebanyak 1,5-2 liter dalam 24 jam. Minuman yang dapat diberikan berupa teh manis, sirup, susu, dan oralit. Asupan cairan yang cukup sangat penting untuk penderita DBD.
  4. Penderita diberikan cairan melalui intervena (pembuluh darah) lewat pemasangan infus.
  5. Penderita harus dipantau keadaannya supaya terhindar dari terjadinya shock, yang disebut dengue shock syndrome.’
  6. Penderita diberikan tranfusi darah apabila dibutuhkan.

Strategi Mencegah Terjangkitnya Demam berdarah Dengue/ DBD

Indonesia termasuk negara yang mayoritas daerahnya merupakan endemik bagi penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD). Penyakit ini dapat muncul dan menyerang seluruh penduduk Indonesia. Kondisi tersebut terjadi karena seluruh komponen pendukung terjangkitnya DBD terdapat di Indonesia, mulai dari virus dengue (virus yang dapat menyebabkan demam berdarah dengue), nyamuk Aedes Aegypti (nyamuk yang bertindak sebagai vector atau pembawa penyakit), hingga jumlah penduduk yang besar dan padat.

DBD merupakan salah satu penyakit yang banyak menelan korban di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini muncul diseluruh provinsi dan akan sangat meningkat kejadiannya pada waktu musim hujan.

Pada tahun 2004, penyakit ini menjadi berita utama di hampir semua media cetak nasional, dan banyak yang berakhir dengan kematian. DKI Jakarta sendiri pernah mengalami kejadian luar biasa dikarenakan demam berdarah pada tahun 2007 lalu. Sejak bulan Januari-April 2007, di DKI Jakarta tercatat 10.942 kasus demam berdarah dengan jumlah kematian mencapai 41 pasien.

Kematian pasien sendiri biasanya terjadi karena keterlambatan penanganannya akibat pasien datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi yang kritis dan membahayakan.

Hingga saat ini, obat yang dapat digunakan untuk membunuh virus DBD belum ditemukan. Namun, seperti apa yang sudah disampaikan dan dipaparkan di atas, penyakit ini dapat dicegah apabila masyarakat mau berusaha bersama-sama peduli dan memahami bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini. Salah satu stategi ampuh yang dapat ditempuh adalah dengan memutus “mata rantai” penyakit ini.

Pencegahan penyakit DBD dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dapat dilakukan dengan beberapa tekhnik, yaitu kimia, biologi, dan fisika. Adapun masing-masing urainnya adalah sebagai berikut:

1.    Pemberantasan Secara Kimiawi

Pengendalian DBD secara kimia, dapat ditempuh dengan 2 tekhnik berikut, yaitu :
a.    Pengasapan (fogging), yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengendalikan DBD dengan menggunakan senyawa kimia malathion dan fethion, yang berguna untuk mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu.

b.    Pemberantasan larva nyamuk dengan zat kimia. Namun, mengingat tempat perkembangbiakan larva vektor DBD banyak terdapat pada penampungan air yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak, maka larvisida (kimia pemberantas larva) yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
- Efektif pada dosis rendah.
- Tidak bersifat racun bagi manusia/mamalia.
- Tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau pada air yang diperlukan.
- Efektivitasnya lama.

Larvisida dengan kriteria seperti diatas diantaranya adalah temephos yang lebih dikenal dengan sebutan abate. Larvisida ini terbukti efektif terhadap larva Aedes Aegypti dan daya racunnya rendah terhadap mamalia.

2.    Pemberantas Secara Hayati

Pengendalian larva Aedes Aegypti secara hayati tidak sepopuler cara kimiawi oleh karena penurunan padat populasi yang diakibatkannya terjadi perlahan-lahan tidak sedrastis bila menggunakan larvasida (kimiawi).

Organisme yang digunakan dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator, parasitik atau patogenik dan umumnya ditemukan pada habitat yang sama dengan larva yang menjadi mangsanya. Beberapa agen hayati adalah ikan cupang dan larva ikan nila yang mangsanya adalah larva nyamuk.

Ada juga beberapa agen hayati berikut yang belum begitu dikenal oleh umum namun telah diuji coba di laboratorium dan di lapangan pada skala kecil efektivitasnya untuk memberantas larva nyamuk Aedes Aegypti.

a.    Toxorhynchites sp.

Toxorhynchites, juga dikenal sebagai elang nyamuk atau pemakan nyamuk, adalah genus kosmopolitan dan salah satu dari beberapa jenis nyamuk yang tidak menghisap darah mamalia. Nyamuk dewasa hidup dengan menghisap nektar yang merupakan sumber karbohidrat alami.

Nyamuk betina yang sudah bunting (gravid) akan meletakkan telurnya di wadah air yang bersifat alamiah seperti lubang batang pohon bamboo yang menampung air.

Larva/jentik nyamuk ini memangsa larva nyamuk yang berukuran kecil, seperti larva nyamuk Aedes sp. Yang juga meletakkan telur di wadah air yang sama.

Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa predator larva Aedes sp. Ini ternyata kurang efektif dalam mengurangi penyebaran virus dengue.

b.    Mesostoma sp.

Organism tersebut termasuk bangsa cacing Turbellaria berukurang 0,10,5 cm bersifat predator terhadap larva nyamuk. Pada uji laboratorium terbukti sangat efektif dalam menekan populasi nyamuk demikian pula dengan uji lapangannya (persawahan). Selain larva Aedes beberapa generasi lainnya seperti Culex, Anopheles, dan Toxorhynchites dapat dimangsa oleh jenis cacing tersebut.

c.    Liberllula

Masyarakat awam mengenal organism tersebut sebagai capung yang merupakan golongan serangga Anisoptera. Nimfa atau larva serangga tersebut yang hidup di dalam air telah lama diketahui sebagai predator larva nyamuk baik dilaboratorium maupun dialam.

Berdasarkan penelitian laboratorium, diketahui bahwa nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa larva dan pupa Aedes Aegypti sekitar 133 larva dalam waktu 24 jam. Kemampuan tersebut 3 kali lebih banyak daripada kemampuan larva Toxorhynchites splendens yang memangsa sekitar 40 larva dalam waktu 24 jam.

d.    Romanomermis iyengari

Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa didalam tubuh larva yang diparasitnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya ( larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut.

e.    Bacillus thuringiensis

Salah satu musuh alami nyamuk adalah bakteri Bacillus thutingiensis atau sering disingkat Bt. Bt dikenal dengan racun serangga. Kurang lebih sudah 67 subspesies Bt yang telah didiskripsikan dan toksis pada larva berbagai jenis serangga, seperti : Lepidoptera, dipteral, coleopteran, dan nematoda.

Bt memiliki ciri-ciri yang khas, seperti : koloni berwarna putih krem pada media padat,berbentuk sirkuler, elevasi berbentuk flat, dan pingiran koloni agak undulate dan transculent. Sel Bt berbentuk batang, berdinding sel tipis, menghasilkan endospora dan Kristal protein.

Kemampuan Bt untuk membunuh larva nyamuk Aedes Aegypti sudah tidak diragukan lagi. Bt ini sangat spesifik, hanya membunuh larva Aedes Aegypti. Larva nyamuk lain bahkan serangga lain tidak terkena serangga racun Bt.

Kemampuan Bt ini dapat dimanfaatkan untuk membuat bioinsektisida yang ramah lingkungan untuk mengendalikan nyamuk Aedes Aegypti. Selain itu, Bt relatif mudah dikembangbiakan atau diproduksi secara masal. Dengan teknologi yang sederhana dan bahan-bahan yang relatif murah.

3.    Pemberantasan Secara Fisika

Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor DBD. Cara pemberantasannya adalah dengan melakukan 3M, yaitu Menguras dan menaburkan bubuk abate, Menutup tempat penampungan air, dan Menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air.
a.    Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
b.    Menutup tempat air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.
c.    Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

Lindungi Orang Yang Tersayang Dari Demam Berdarah

Periksa semua tempat yang memungkinkan sebagai tempat perkembangbiakan Nyamuk Aedes

1.    Setiap hari
•    Ganti air di vas bunga.
Gosok bagian dalam vas untuk menghilangkan telur nyamuk. Untuk tanamannya, cuci akar di bawah air mengalir.
•    Buang air dari penadah pot, gosok piring penadah air untuk menghilangkan telur nyamuk. Sebisa mungkin jangan gunakan piring penadah air.
•    Bersihkan air conditioner tray
- Buang sekat AC (Air Conditioner Tray).
- Buat saluran yang dapat mengalirkan air buangan AC langsung ke kamar mandi.
•    Penampung air ketika tidak digunakan
- Kuras dan keringkan semua wadah penampung air yang tidak digunakan.
- Tutup semua wadah yang digunakan untuk menampung air.
•    Toilet jika sedang berlibur atau jauh dari rumah
- Tutup kloset.
- Tutup semua saluran pembuangan air.

2.    Satu minggu sekali
•    Bersihkan daun-daun yang jatuh dihalaman dan saluran pembuangan air.
•    Hilangkan air yang tergenang pada dedaunan dan cabang-cabang potong.

3.    Sebulan sekali
•    Bersihkan celah pada atap rumah, dan beri insektisida nyamuk.
•    Tambahkan butir pasir atau insektiseida nyamuk pada area yang selalu tergenang oleh air.


Pemberian Vaksin DBD

Sampai saat ini belum ditemukan obat atau vaksin untuk penanggulangan DBD ini. Namun telah dilakukan berbagai usaha yang berhubungan dengan pengembangan vaksin. Terdapat beberapa kesulitan untuk pengembangan vaksin Dengue ini. Di antaranya adalah kompleknya virus demam berdarah dengue. Virus dengue terdiri dari 4 serotipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4), sehingga vaksin yang dikembangkan harus mengandung antigen dari ke-4 jenis serotipe ini. Artinya, agar bisa memproteksi tubuh dari serangan virus dengue, vaksin yang dipakai harus bisa mengindus antibody terhadap ke-4 jenis serotipe ini didalam tubuh.

Kesulitan yang kedua adalah infeksi virus dengue ini tidak mengindus antibody yang bisa menahan tubuh dari serangan. Pada kebanyakan virus, infeksi akan mengindus antibodi yang bisa menahan tubuh terhadap serangan virus berikutnya. Tapi hal ini berbeda dengan virus dengue. Infeksi pertama (primary infection) malah mempermudah tubuh untuk mendapat serangan berikutnya (secondary infection).

Begitu juga gejala yang diakibatkannya. Serangan berikutnya menimbulkan gejala yang lebih berat dan fatal. Jika pada serangan pertama hanya menyebabkan panas (dengue fever/DF), serangan berikutnya bisa menyebabkan panas beserta pendarahan (dengue hemmorhagic fever/DHF) atau bahkan disertai shock (dengue shock syndrome/DSS).

Karena itu, pengembangan vaksin harus disertai dengan pertimbangan kemungkinan ini. Artinya, harus ditemukan kondisi yang optimal agar pemberian vaksin tidak membuat tubuh lebih sensitive terhadap serangan virus dengue.

Di antara kondisi yang harus dipertimbangkan bisa berupa jumlah dosis, jumlah vaksin itu sendiri, komposisi masing serotipe, dan lain-lain. Walaupun demikian, karena adanya urgensi pengembangan vaksin ini, beberapa institusi tanpa putus asa tetap melakukan usaha pengembangan vaksin dengue ini, di antaranya adalah Pusat Penyakit Infeksi FK Unair Surabaya, Mahidol University Bangkok, dan Walter Reed Institusi Amerika Serikat.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Penanganan Ampuh Pada Pasien DBD dan Strategi Mencegah Terjangkitnya DBD"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel